Selasa, 03 Agustus 2010

"Merawat Perdamaian Aceh secara Progressif"

“MERAWAT PERDAMAIAN ACEH SECARA PROGRESSIF”
Oleh: HADITYO (Mahasiswa Fakultas Hukum, Universitas Syiah Kuala)
Kata Pengantar
Tugas baru yang harus diprioritaskan saat ini adalah merawat perdamaian Aceh. Untuk membuat tugas tersebut berjalan lancar maka seluruh elemen masyarakat, pemerintah pusat dan daerah harus berupaya maksimal untuk merawat perdamaian di Aceh. Merawat perdamaian di Aceh dapat ditempuh melalui berbagai macam cara dengan tingkat kreatifitas yang berbeda dari seluruh unsur masyarakat dan pemerintahan. Sebagai seorang mahasiswa yang mempunyai tanggungjawab sosial pada umumnya juga mempunyai suatu rekomendasi progresif dalam merawat perdamaian di Aceh.
Merawat perdamaian di Aceh bukan selalu memfokuskan hanya di dalam wilayah Negara Indonesia saja, atau di wilayah Aceh saja. Tetapi merawat perdamaian Aceh dapat dilakukan dengan mempresentasikan berbagai langkah tercapainya perdamaian di Aceh melalui proses yang bermartabat ke dunia Internasional. Tugas baru ini bukan hanya mampu untuk menjaga perdamaian yang sudah tercapai tetapi juga dapat menginspirasikan berbagai wilayah lainnya di dunia yang masih bergejolak sebagai bahan dalam menyelesaikan permasalahannya. Sungguh suatu capaian yang sangat besar jika perdamaian Aceh menjadi contoh penyelesaian konflik di setiap Negara.

Memahami bentuk perawatan perdamaian melalui latar belakang konflik.
Perdamaian tercapai akibat adanya konflik. Proses penyelesaian konflik itu sendiri dikenal dengan resolusi konflik. Resolusi konflik merupakan suatu terminologi ilmiah yang menekankan kebutuhan untuk melihat perdamaian sebagai suatu proses terbuka dan membagi proses penyelesaian konflik dalam beberapa tahap sesuai dengan dinamika siklus konflik. Ada empat tujuan yang dapat di fokuskan dalam resolusi konflik. Pertama, konflik tidak boleh hanya dipandang sebagai suatu fenomena politik-militer, namun harus dilihat sebagai suatu fenomena sosial. Kedua, konflik memiliki suatu siklus hidup yang tidak berjalan linear. Siklus hidup suatu konflik yang spesifik sangat tergantung dari dinamika lingkungan konflik yang spesifik pula. Ketiga, sebab-sebab suatu konflik tidak dapat direduksi ke dalam suatu variabel tunggal dalam bentuk suatu proposisi kausalitas bivariat. Suatu konflik sosial harus dilihat sebagai suatu fenomena yang terjadi karena interaksi bertingkat berbagai faktor. Terakhir, resolusi konflik hanya dapat diterapkan secara optimal jika dikombinasikan dengan beragam mekanisme penyelesaian konflik lain yang relevan. Suatu mekanisme resolusi konflik hanya dapat diterapkan secara efektif jika dikaitkan dengan upaya komprehensif untuk mewujudkan perdamaian yang langgeng. Melihat beragam proses resolusi konflik maka dapat disimpulkan beragam pula proses merawat perdamaian itu sendiri dan segala proses merawat perdamaian itu sendiri harus didukung penuh oleh semua pihak walaupun dilakukan oleh pihak yang paling bawah sekalipun.
Perdamaian Aceh tercipta berkat adanya niat baik dan usaha yang keras dari seluruh elemen masyarakat khususnya pemerintah Republik Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Beranjak dari nilai-nilai sejarah tersebut, maka perlunya sosialisasi yang terus menerus kepada seluruh masyarakat dalam memahami perdamaian itu sendiri.
Perdamaian di Aceh harus terus dijaga dan dikembangkan. Maksud pengembangan disini adalah perdamaian yang ada di Aceh harus menjadi contoh dalam proses penyelesaian sengketa yang terjadi disetiap belahan dunia. Perdamaian di Aceh dapat terjaga karena para pihak mempunyai tugas baru yang lebih progresif selain merawat perdamaian. Tugas tersebut adalah menyebarkan semangat perdamaian ke seluruh dunia dengan konflik Aceh sebagai contoh. Hal ini dapat terlihat dari maraknya beberapa Negara yang memperhatikan penyelesaian konflik di Aceh dan menjadikannya model di Negara sendiri seperti Filipina, Srilanka, Timur Tengah, Inggris, Irlandia, dan Spanyol. Untuk itu, seluruh unsur masyarakat diharapkan mampu memberikan inspirasi kepada dunia Internasional sebagai wujud nyata sikap dan perilaku masyarakat atas dukungannya dalam merajut perdamaian dunia.
Perdamaian di Aceh telah membuktikan bahwasanya cara penyelesaian konflik yang paling bemartabat dan biaya yang sangat ringan, bahkan tanpa melalui pertumpahan darah. Hal ini berbanding terbalik dengan negara Amerika yang menghabiskan jutaan dolar untuk menyelesaikan konflik di Irak yang hingga saat ini belum dapat diselesaikan dengan mengorbankan ribuan nyawa dari pihak Amerika sendiri, penduduk sipil dan para militan. Bukannya penyelesaian konflik yang didapat, tetapi konflik baru sudah mulai tercipta. Untuk itu, sudah saatnya proses perdamaian Aceh harus dipresentasikan di lingkungan Internasional agar cara-cara perdamaian dapat diselesaikan secara bermartabat sekaligus merawat perdamaian Aceh secara konsisten.
Selain itu juga perlu dikembangkan beragam mekanisme perawatan perdamaian lokal yang melibatkan sebanyak mungkin aktor-aktor non militer di berbagai tingkat pihak yang bertikai. Artinya ada pihak mediator yang independen untuk merawat perdamaian ini. Aktor-aktor perawat perdamaian tersebut dapat saja melibatkan Majelis Permusyawaratan Ulama, Non-Governmental Organisations (NGOs), mediator internasional dan bahkan hingga tingkat Mahasiswa sebagai penerus penjaga perdamaian kedepan juga harus mempunyai peran aktif dalam merawat perdamaian ini. Kegagalan untuk dapat melibatkan seluruh unsur dalam merawat perdamaian akan berakibat tidak sempurnanya proses pengelolaan perdamaian di Aceh. Keterlibatan tersebut juga menunjukkan bahwa perdamaian di Aceh tercapai karena perjuangan seluruh masyarakat sehingga menjadi milik semua dengan tanggung jawab bersama untuk terus menjaga perdamaian tersebut dengan menempatkan perdamaian sebagai suatu proses terbuka yang tidak pernah berakhir. Perdamaian memerlukan upaya terus menerus untuk melakukan identifikasi dan eliminasi terhadap potensi kemunculan kekerasan struktural di suatu komunitas.
Kesimpulan
Saat ini kita patut bergembira. Sudah 3 (tiga) tahun berjalannya perdamaian di Aceh telah menunjukkan perubahan yang sangat mendasar. Hal ini telihat jelas dalam pergaulan antara para pihak yang bertikai sangat harmonis dan masyarakat tidak merasa takut lagi untuk melakukan aktifitas. Ekonomi Aceh mulai bangkit, keamanan sangat kondusif, pendidikan terus dipacu, pembangunan mulai bergeliat. Untuk mencapai semua itu butuh waktu yang lama, namun waktu 3 (tiga) tahun yang sudah berjalan telah memberikan optimisme kita untuk menatap Aceh baru ke arah yang maju dan mampu bersaing di tingkat Internasional. Selanjutnya, perlunya upaya dalam mengikis rasa dendam di masa lalu melalui pendekatan-pendekatan intensif sehingga tidak terjadinya miss-communication di antara para pihak. Hal itu dapat dicapai melalui dialog sehingga terjadi pengenalan satu sama lain. Kita harus yakin melalui proses pembelajaran tentang kehidupan bersama (social community) yang melibatkan semua elemen masyarakat, maka lambat laun percepatan reintegrasi sosial dapat tercapai dengan baik. Selain itu juga sangat dibutuhkan kemampuan para pemimpin dalam menyelesaikan berbagai persoalan secara tuntas. Para pemimpin dihadapkan pada ujian dan tantangan, bagaimana membuktikan, perdamaian benar-benar membawa manfaat bagi rakyat.
Saat ini juga dibutuhkan kecerdasan para pemimpin Aceh dalam menyikapi secara bijaksana setiap pergolakan yang timbul dengan bahasa yang mudah dipahami masyarakat. Dan pemimpin juga diharapkan mampu melakukan diplomasi dalam menyelesaikan suatu gejolak. Bukan memberikan pernyataan yang menambah permusuhan pihak lainnya yang dapat mengganggu proses perdamain. Untuk mengantisipasi hal-hal buruk tersebut pemimpin hendaknya membangun komunikasi politik di segala tingkatan agar tidak terjebak dalam suatu pergolakan baru. Kita semua yakin dan percaya bahwa tidak ada lagi hidden agenda (agenda tersembunyi) dalam proses perdamaian ini yang dicapai dengan niat yang tulus dan kita juga tidak memungkiri faktor eksternal yang akan timbul dalam menciptakan konflik baru, untuk itu komunikasi intensif para pemimpin harus tetap terjalin karena bola kini berada ditangan para pemimpin dan rakyat Aceh secara keseluruhan. Kesempatan besar di masa damai ini harus benar-benar dimanfaatkan untuk memajukan dan mensejahterakan rakyat Aceh. Akhirnya, dengan semangat 3 (tiga) tahun tercapainya perdamaian Aceh mari bersama-sama kita wujudkan perdamaian Aceh menjadi contoh penyelesaian konflik disetiap belahan dunia.

Tidak ada komentar: