Selasa, 03 Agustus 2010

MENGOPTIMALISASI POTENSI PULAU TERLUAR DEMI TERJAGANYA KEUTUHAN WILAYAH NKRI
DI-PROVINSI NAD.
Aceh merupakan salah satu provinsi ujung barat dari Republik Indonesia, yang menjadi tempat yang sangat strategis dan kaya akan sumber daya alamnya. Dengan kekayaan sumber daya alam ini, maka tidak mustahil para investor melirik Aceh untuk dapat melakukan kegiatan baik itu eksplorasi dan maupun mengeksploitasi sumber daya alam di Aceh dan tentunya ini dengan izin pemerintah pusat.
Tidak bisa kita pungkiri juga bahwasanya dengan letaknya yang paling ujung barat di Indonesia, banyak pulau-pulau terluar yang ada belum dioptimalkan secara terkuat dan terpenuh, sehingga menjadikan pula-pulau tersebut menjadi daerah yang rawan dan bahkan dapat mengancam keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia itu sendiri apabila masih kurang dalam perhatian pemerintah. Pengalaman telah memberikan pelajaran yang sangat berharga bagi bangsa Indonesia atas lepasnya pulau Sipadan-Ligitan ke tangan Malaysia yang telah diputuskan oleh Hakim pada Mahkamah Internasional. Berangkat dari berbagai aspek kerentanan dan keamanan pulau-pulau terluar ini, maka diharapkan perhatian pemerintah untuk lebih serius menangani pulau-pulau terluar ini, dengan menjadikannya sebagai ujung tombak dalam menjaga keutuhan Negara Republik Indonesia, bukan sebaliknya dengan menganggap sebagai pulau terluar yang selama ini terasa di kesampingkan dan mendapat kurang perhatian untuk merawat, menata dan menjaga untuk mengoptimalkan segala potensi yang ada dalam pulau tersebut. Secara umum dapat dilihat bahwasanya Indonesia merupakan negara kepulauan dengan garis pantai sekitar 81.900 km, beberapa pulau diantaranya merupakan pulau-pulau kecil dan pulau kecil perbatasan. Indonesia memiliki wilayah perbatasan dengan beberapa negara tetangga, sedangkan wilayah laut Indonesia berbatasan dengan 10 negara dan Pulau Rondo di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam masuk dalam wilayah Kota Sabang, adalah salah satu pulau kecil perbatasan yang berbatasan langsung dengan Republik India. Secara Geografis, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam terletak dibagian ujung Utara Pulau Sumatera pada posisi 20- 60 Lintang Utara dan 950 – 980 Bujur Timur. Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam memiliki luas wilayah daratan 57.366 km2 dan wilayah laut yang merupakan Zona Ekonomi Exclusif (ZEE) seluas 534.520 km. 

Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam memiliki letak yang sangat strategis baik dari sudut ekonomi, politik, maupun geografis. Posisi geografis wilayah yang terletak diantara Selat Malaka dan Samudera Hindia memiliki nilai yang sangat strategis dari sudut geografis, politik/pertahanan, dan ekonomis. Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam merupakan provinsi yang berbatasan dengan negara India. Beberapa pulau kecil yang terdapat di wilayah Provinsi NAD, Pulau Rondo adalah salah satu pulau yang prioritas untuk ditangani. Pulau Rondo terletak di ujung utara Sumatera dan masuk kedalam wilayah Kota Sabang dengan luas lebih kurang 0,4 mil persegi. Kondisi Pulau Rondo termasuk pulau kecil yang tidak berpenduduk dan terisolir. Dilihat dari potensinya Pulau Rondo hanya sebuah pulau kecil dan tidak memiliki potensi sumberdaya alam yang baik, tetapi memiliki nilai strategis dilihat dari aspek geopolitik dan pertahanan keamanan. Pulau Rondo termasuk pulau-pulau terpencil dan jaraknya jauh dari pusat-pusat pertumbuhan baik di dalam maupun ke negara tetangga. Pulau ini memiliki banyak kendala untuk dikembangkan secara ekonomis (penghuninya sangat terbatas, bahkan relatif dapat dikatakan pulau kosong /tidak berpenghuni). Kalau dilihat dari fungsi kawasan, Pulau Rondo dapat dikembangkan hanya untuk aspek lingkungan, pengawasan/patroli perbatasan atau riset kelautan dan wisata bahari.
Perbatasan laut merupakan wilayah yang hampir dapat dikatakan merupakan kawasan beranda depan yang paling berpotensi menimbulkan berbagai pelanggaran hukum, seperti halnya perbatasan darat yang memiliki garis batas jelas. Garis batas di perbatasan laut umumnya tidak tampak adanya rambu-rambu tapal batas atau garis batas yang membatasi wilayah teritorial kita dengan perairan bebas atau negara tetangga. Sehingga kondisi ini sering menimbulkan permasalahan yang tidak jarang pada akhirnya bermuara kepada urusan politik dan keamanan kedua negara. Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam salah satunya, wilayah perbatasan negara yang terdapat di provinsi ini adalah sebuah pulau kosong yang terisolasi, namun wilayah ini memiliki letak yang sangat strategis dilihat dari aspek politik dan hankam. Rendahnya tingkat pengetahuan dan kesadaran hukum yang umumnya nelayan kerapkali memicu terjadinya praktek-praktek kegiatan ilegal dan kegiatan-kegiatan ilegal seperti TKI ilegal, illegal trading, illegal fishing, traficking serta tindakan kriminalitas lainnya dan keterpihakan hukum yang masih diskriminatif.
Dengan ini, kami dari Asian Law Students’ Association (ALSA) Fakultas Hukum Unsyiah, berniat melaksanakan kegiatan seminar guna menggali berbagai permasalahan dan keperluan apa saja yang mesti diprioritaskan untuk mengoptimalkan pulau-pulau terluar ini. dengan mengharapkan partisipasi aktif dari pihak pemerintah, aparat keamanan, masyarakat, serta pemuda dan mahasiswa untuk menjaga kedaulatan Negara Republik Indonesia dan mampu memanfaatkan Sumber Daya Alamnya.
KEADAAN UMUM
Pulau Rondo terletak di ujung utara Pulau Weh, dan merupakan pulau terluar yang berbatasan dengan negara India. Posisi Pulau Rondo sangat strategis, yaitu di ujung barat Indonesia dan merupakan jalur pelayaran internasional. Letak geografis pulau ini berada pada 06° 04’ 30” - 95° 06’ 45” BT. Pulau ini merupakan salah satu pulau kecil yang ada di wilayah Kabupaten Sabang, selain Pulau Weh, Klah, Rubiah dan Seulako. Jarak Pulau Rondo dengan Kota Sabang 15,6 km, dengan Kelurahan Iboih 9,3 km, dan dengan Kelurahan Ujung Ba’u 4,8 km. Luas Pulau Rondo 3 km2, dapat dicapai dengan kapal motor dari Kelurahan Ujung Ba’u selama 40 menit, dari Kelurahan Iboih 1,5 jam dan dari Kota Sabang 1,75 jam. Pulau Rondo termasuk dalam wilayah administrasi Kelurahan Ujung Ba’u, Kecamatan Sukakarya, Kota Sabang, Provinsi NAD. Pulau ini tidak dihuni secara tetap, tetapi secara bergantian oleh petugas jaga mercusuar. Di pulau ini terdapat titik dasar (TD) no. 177 dan titik referensi (TR) no. 177 dan sebuah mercusuar.
TOPOGRAFI
Pulau karang yang berbentuk bulat ini memiliki topografi berbukit (bentuk kount), dengan ketinggian yang rendah. Bentuk lahan pulau ini berupa perbukitan denudasional terkikis ringan dan terumbu paparan pelataran yang ada di perairan sekelilingnya. Kondisi pantai terjal sehingga agak sulit didarati dari arah laut. Letaknya yang berada di laut lepas dengan gelombang yang relatif lebih besar menyebabkan pulau ini rawan abrasi.
GEOLOGI
Kondisi geologi Pulau Rondo pada umumnya sama dengan Pulau Weh, yaitu terbentuk dari hasil letusan gunung berapi yang terdiri dari tufa andesit dan batuan sedimen.
KLIMATOLOGI
Secara umum iklim Pulau Rondo termasuk kedalam iklim tropis. Data iklim yang bersumber dari stasiun Meteorologi dan Geofisika Cot Ba’u Sabang, menunjukan bahwa curah hujan mencapai 2.130,8 mm/tahun dengan jumlah hari hujan 149 hari/tahun. Kondisi temperatur harian di sekitar Pulau Rondo berkisar 21,5°C-30,5°C, Sedangkan kecepatan angin mencapai 10,8 knot, dengan arah angin terbanyak menuju arah barat.
OSEANOGRAFI
Pulau Rondo merupakan pulau terluar yang berada di bagian barat laut Pulau Weh. Kondisi perairan pulau ini jernih dengan ombak yang relatih lebih tinggi dari pada perairan pulau lainnya. Arus di daerah perairan pulau ini berasal dari barat (Samudera Hindia) bergerak menuju timur dan sebagian dibelokan ke utara, dengan kecepatan mencapai 0,65 m/detik. Tinggi gelombang rata-rata di daerah ini adalah 81,61 cm dengan periode 5,46 detik. Tinggi gelombang maksimum mencapai 130 cm dengan periode maksimum 6.7 detik, yang disebabkan oleh tidak adanya halangan angin yang berhembus. Kondisi pasang perairan pulau Rondo berkisar 0,08 m sampai 0,62 m, sedangkan kondisi surutnya berkisar 0,08 m sampai 0,7 m di bawah titik nol (mean sea level). Parameter fisik perairan Pulau Rondo yaitu sebagai berikut : warna < 5 unit, suspended solid 14,65 mg/l, dan temperatur 28°C. Sedangkan kondisi kimia perairan Pulau Rondo, sebagai berikut : salinitas 25,70 , pH 7,7, BOD5 13,70, COD 25,60, dan amonia 0,19.
AKSESIBILITAS
Pulau Rondo dapat diakses dengan menggunakan kapal motor dari Kelurahan Ujung Ba’u selama 40 menit, dari Kelurahan Iboih 1,5 jam dan dari Kota Sabang 1,75 jam. Untuk mencapai pulau ini sangat mudah melalui beberapa jalur dengan menggunakan berbagai macam sarana transportasi seperti pada Tabel 2.
Tabel 2. Aksesibilitas menuju Pulau Rondo
TUJUAN
SARANA/FREKWENSI TRANSPORTASI
WAKTU TEMPUH
Jakarta – Sabang
Pesawat
3 jam
1. JakartaMedan
Pesawat/setiap hari
2 jam
2. Medan – Banda Aceh
Pesawat/setiap hari
1 jam
3. Banda Aceh – Sabang
Pesawat/seminggu 2 kali
15 menit
Jakarta – Sabang
Kapal laut
76 jam, 15’
1. JakartaMedan (Belawan)
Kapal Laut/seminggu 2 kali
48 Jam
2. Medan (Belawan) – Banda Aceh (Malahayati)
Kapal Laut
24 jam
3. Banda Aceh (Malahayati) - Balohan
Kapal Ferri/setiap hari 1 kali
3 jam
4. Balohan – Sabang
Roda empat/setiap hari
30 menit
5. Banda Aceh (Ulele) – Sabang
Kapal Cepat/setiap hari 1 kali
45 menit
Sabang – Pulau Rondo
Kapal Motor
2 jam
Sabang - Pulau Rondo (jarak 15,6 km)
Kapal Motor
2 jam
Iboih – Pulau Rondo (jarak 9,3 km)
Kapal motor
1,5 jam
Ujung Ba’u – Pulau Rondo (jarak 4,8 km)
Kapal motor
40 menit
Sumber : Hasil ground survey, 2004
POTENSI SUMBERDAYA
Hutan
Pulau Rondo merupakan pulau yang bervegetasi cukup lebat. Sebagian besar lahan berupa hutan tropika basah (dengan vegetasi pohon, semak dan herba). dengan berbagai jenis vegetasi, diantaranya Bayu, Ketapang, Gelumpang, Kayu Laut, Medang dan Lagan, serta pohon kelapa pada bagian pantai.
Perikanan
Perairan pulau ini memiliki kekayaan hayati yang melimpah, antara lain terumbu karang dan berbagai jenis ikan, baik ikan hias maupun ikan ekonomis seperti tuna (Thunnus Sp.), tenggiri (Scomberomorus commersoni), lemuru (Sardinella longiceps), kakap (Lutjanus Sp.), maupun ikan kembung (Rastrelliger Sp.). Di perairan ini terkadang dijumpai ikan hiu, yang menjadikan Pulau Rondo sebagai daerah penangkapan ikan (fishing ground). Kondisi ini didukung adanya proses up welling akibat pertemuan arus dari utara dan selatan, yang menyebabkan banyak terakumulasinya berbagai jenis ikan.
Terumbu Karang
Pulau Rondo memiliki berbagai jenis tutupan terumbu karang (Gambar 3). Persentase penutupan karang berdasarkan jenis karang dan karakteristik habitatnya di Pulau Rondo dapat dilihat pada Tabel 3. Jenis karang yang dominan berupa karang keras (hard coral) 32,3%, jenis lainnya yaitu karang mati (dead coral) 19,6%, dan karang lunak (soft coral) 2,6%.
Tabel 3. Persentase Penutupan Karang dan Komponen Lain di Perairan Pulau Rondo
KOMPONEN
FREKWENSI
PERSENTASE (%)
Jenis Karang
1. Karang Keras (Hard Coral)
76
32,3
2. Karang Lunak (Soft Coral)
6
2,6
3. Karang Mati (Dead Coral)
46
19,6
Komponen Lain
0,0
1. Lamun (Sea Weed)
0
0,0
2. Rumput Laut (Seagrass)
0
0,0
3. Batu (Rock)
51
21,7
4. Pecahan Karang (Rubble)
19
8,1
5. Pasir (Sand)
37
15,7
6. Lumpur (Silt/Clay)
0
0,0
7. Lainnya (Other)
0
0,0
JUMLAH
235
1000,0
Sumber : Laporan Akhir Penyusunan Profil PPK di Kota Sabang, 2003.
Persentase penutupan terumbu karang menurut bentuk koloni yang dijumpai di dasar perairan Pulau Rondo disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Persentase Penutupan Karang Menurut Bentuk Koloni
BENTUK KOLONI KARANG
FREKWENSI
PERSENTASE (%)
1. Branching
7
3,4
2. Digitate
60
29,3
3. Table or Elkhorn
24
11,7
4. Foliose
0
0,0
5. Encrusting
64
31,2
6. Submassive
41
20,0
7. Massive
8
3,9
8. Mushroom
1
0,5
9. Cup
0
0,0
JUMLAH
205
100,0
Sumber : Laporan Akhir Penyusunan Profil PPK di Kota Sabang, 2003.
Berdasarkan Tabel 4, diketahui bahwa bentuk koloni karang di Pulau Rondo didominasi kelompok encrusting (31,2%), selanjutnya kelompok digitate (29,3%), submassive (20,0%), table or elkhorn (11,7%), massive (3,9%), branching (3,4%), dan mushroom (0,5%). Sedangkan bentuk koloni foliose dan cup tidak ditemukan di perairan ini. Kelimpahan biota yang hidup berasosiasi dengan terumbu karang dasar perairan Pulau Rondo (Tabel 5), didominasi oleh kelompok ikan yang berukuran > 1 inch, Jenis lainnya yaitu Bulu Babi/sea urchins (Diadema sp.), ikan berukuran < 1 inchi, siput (conh) dan kima (tridacta), teripang, dan echinometra. Tabel 5. Kelimpahan Biota yang Hidup dan Berasosiasi Dengan Terumbu Karang
KELOMPOK BIOTA
KELIMPAHAN (Ind/40 m2)
1. Ikan berukuran < 1 inch
7
2. Ikan berukuran > 1 inch
26
3. Bulu Babi/Sea Urchins (Diadema sp.)
35
4. Kima (Tridacta)
1
5. Teripang (Synaptid sea cucumber)
0
6. Teripang lainnya (Other sea cucumber)
1
7. Siput (Conch or whelk)
3
8. Sea fans
0
9. Echinometra
1
Sumber : Laporan Akhir Penyusunan Profil PPK di Kota Sabang, 2003.
Selain biota tersebut juga ditemukan benda asing (non biota) yang terdapat di sekitar terumbu karang, seperti perangkap ikan, alat tangkap ikan, dan sampah. Selain itu juga ditemukan alat tangkap ikan dan sampah. Sampah yang mengendap di dasar perairan Pulau Rondo diperkirakan berasal dari kapal-kapal ikan yang bersandar untuk istirahat. Karang yang ditemukan di dasar Pulau Rondo memiliki ukuran koloni karang relatif besar dengan diameter rata-rata mencapai 100,3 cm, terutama dari jenis koloni karang table or elkhorn yang bentuknya cenderung melebar. Kondisi terumbu karang di dasar perairan Pulau Rondo mengalami kerusakan yang diakibatkan oleh beberapa faktor sehingga karang menjadi patah, hancur/rusak. Rata-rata kerusakan karang berdasarkan persentase kerusakannya dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Rata-rata Kerusakan Karang Berdasarkan Persentase Kerusakannya
KLAS
NILAI TENGAH
FREKWENSI
KELIMPAHAN
0%
0%
0
0
5% - 25%
13%
4
52
26% - 50%
38%
1
38
51% - 75%
63%
2
126
76% - 100%
88%
1
88
JUMLAH
8
304
RATA-RATA KERUSAKAN KARANG (%)
38
Sumber : Laporan Akhir Penyusunan Profil PPK di Kota Sabang, 2003.
Faktor penyebab kerusakan karang yang dominan terjadi disebabkan antara lain jangkar kapal nelayan (26,7%), perubahan suhu (kelantang ) 16,7%, pembentukan massa putih (white band) 13,3%, kerusakan lain 10%, ledakan bom 6,7%, dan penyakit karang 3,3%.
Berdasarkan kegiatan observasi langsung di lapangan dan informasi dari masyarakat bahwa ekosistem mangrove dan padang lamun belum pernah ditemukan di sekitar pulau Rondo.
SOSIAL BUDAYA
Di sekitar Pulau Rondo yang tak berpenghuni ini kegiatan yang banyak dilakukan oleh masyarakat Kelurahan Ujung Ba’u dan masyarakat daerah lain adalah mencari ikan. Daerah tangkapannya tidak jauh dari pulau tersebut karena mesin kapal nelayan belum mampu melewati gelombang yang besar hingga batas Laut Andaman.
STATUS
Pulau Rondo merupakan salah satu pulau kecil terluar yang berbatasan langsung dengan India dan Thailand. Di pulau ini terdapat mercusuar yang dijaga secara bergantian oleh petugas mercusuar dan terdapat titik referensi (TR) dan titik dasar (TD) yang terdaftar dalam PP No. 38 Th 2002. Letak geografis pulau ini sangat strategis karena berada pada jalur pelayaran antara 2 (dua) benua yaitu Asia dan Eropa, sehingga memberikan arti penting bagi terbukanya berbagai peluang maupun ancaman dari luar. Salah satu ancaman yang serius adalah illegal fishing oleh nelayan asing. Hal ini disebabkan pula oleh masih tradisionalnya alat tangkap yang digunakan oleh nelayan setempat. Dengan ditetapkannya Sabang dan Aceh sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas di ujung barat Indonesia, mengakibatkan semakin banyaknya volume pelayaran di perairan ini. Sehingga keberadaan pulau memerlukan pengawasan yang lebih intensif, agar keberadaannya tidak diklaim secara sepihak oleh negara lain. Perkembangan perundingan bilateral antara RI-India yang telah dilakukan:
  1. Perjanjian Garis Batas Landas Kontinen RI - India di Jakarta tanggal 8 Agustus 1974 (diratifikasi dengan Keputusan Presiden RI No. 51 Tahun 1974 tanggal 25 September 1974), terdiri dari 4 (empat) titik koordinat (titik 1 – 4).
  2. Perjanjian Garis Batas Landas Kontinen RI - India (perpanjangan Garis Batas Landas Kontinen tahun 1974) dilakukan di New Delhi tanggal 14 Januari 1977, terdiri dari 9 (sembilan ) titik koordinat :
    a. Laut Andaman 4 (empat) titik koordinat
    b. Samudera Hindia 5 (lima) titik koordinat.(diratifikasi dengan Keputusan Presiden RI No. 26 Tahun 1977, tanggal 04 April 1977).
UPAYA PENGEMBANGAN
Pengembangan kawasan pulau-pulau kecil terluar yang tidak berpenduduk melalui kegiatan konservasi, taman nasional laut, daerah persinggahan/tempat kapal berlabuh, dan pariwisata serta pengembangan laboratorium alam untuk penelitian dan pengembangan sumberdaya kelautan. Untuk mendukung upaya tersebut serta menarik agar kapal-kapal yang melintasi pulau kecil dapat singgah di kawasan ini, perlu dibangun sarana dan prasarana seperti dermaga tradisional, pelindung pantai dari abrasi dan tempat istirahat sejenis resort atau rumah dari bahan lokal yang ada di pulau tersebut, contohnya adalah menggunakan kayu kelapa sebagai bahan dasarnya. Untuk mendukung upaya tersebut, pengembangan pulau perlu diawali dengan rekonstruksi dan pemeliharaan TR dan TD di pulau tersebut. Disamping itu perlu juga dilakukan pembangunan pos pengamat TNI AL untuk membantu pemerintah dalam mengawasi Pulau Rondo.
Sumber : Dit. Pemberdayaan Pulau-pulau Kecil, Ditjen P3K, DKP


Sumber: Departemen Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia

Tidak ada komentar: