Rabu, 05 Desember 2007

AWAS..!!! MARAKNYA PENYELUNDUPAN HUKUM

AWAS..!!! MARAKNYA PENYELUNDUPAN HUKUM

Tulisan ini awalnya merupakan tugas dari salah satu dosen Fakultas Hukum di Unsyiah, melihat berbagai kasus yang dipelajari dari penyelundupan hukum ini merupakan kasus-kasus yang oleh masyarakat sendiri kurang menyadari telah terjadi penyalahgunaan hukum yang merugikan bangsa dan negara yang berdaulat. Penyelundupan hukum terjadi jika ada seseorang atau suatu pihak yang untuk mendapatkan berlakunya hukum asing, telah melakukan suatu cara yang tidak dibenarkan dengan maksud untuk menghindarkan pemakaian hukum nasional, dengan tujuan untuk menghindarkan suatu syarat atau suatu akibat hukum tertentu yang tidak dikehendaki, ataupun untuk mewujudkan atau menciptakan suatu akibat hukum yang dikehendaki, dengan kata lain seseorang melakukan penyelundupan hukum dengan tujuan agar diberlakukan hukum yang lain dari hukum yang seharusnya digunakan.

Penyelundupan hukum ini tidak terlepas dari perspektif Hukum Perdata Internasional (HPI), Dalam Hukum Perdata Internasional yang merupakan suatu ajaran hukum tentang perselisihan/ hukum pertikaian, dalam hal ini karena bertugas menyelesaikan persoalan-persoalan hukum yang menyangkut “konflik” antara dua atau lebih sistem hukum.

Permasalahan penyelundupan hukum ini bukan hanya menimbulkan perselisihan (dispute) antar para pihak, tetapi juga berdampak kepada seluruh masyarakat dalam negara hukum yang bermartabat dan ini merupakan suatu jati diri bangsa yang dianggap baik apabila mampu mengakomodir seluruh kepentingan masyarakat. Ukuran ini bertitik tolak dari doktrin penyelundupan hukum (Evasion of Law) yang pada dasarnya berarti bahwa suatu perbuatan yang dilakukan di suatu negara asing dan diakui sah di negara asing itu, akan dapat dibatalkan oleh negara forum atau tidak diakui oleh forum bila perbuatan itu dilaksanakan di negara asing yang bersangkutan dengan tujuan untuk menghindari diri dari aturan-atruan lex fori yang akan melarang perbuatan semacam itu dilaksanakan di wilayah forum. Yang dimaksud dengan perbuatan di sini dapat diartikan perbuatan untuk memilih hukum yang seharusnya berlaku atau pilihan pengadilan mana yang akan ditunjuk untuk memutuskan perkara. Fungsi dari doktrin ini adalah untuk melindungi sistem hukum yang seharusnya berlaku. seandainya pilihan hukum atau pilihan forum itu tidak ada.

Agar tidak terjadi perdebatan nantinya, maka perlu pemisahan kaitan antara hubungan “pemilihan hukum” dengan “penyelundupan hukum”. Karena disini, pada pilihan hukum secara obyektif yaitu memilih stelsel-stelsel hukum yang berlaku bagi negara-negara yang terlibat dalam kontrak tersebut, selama hubungan itu tidak melanggar kepentingan umum, dan pada umumnya digunakan pada bidang hukum kontrak, kecuali pada bidang kontrak kerja, karena kontrak kerja dinilai memiliki kaidah sifat “memaksa”. Apalagi sampai menjelma menjadi penyelundupan hukum. Kaitannya dengan ketertiban umum, karena ketertiban umum merupakan suatu rem darurat bagi berlakunya hukum asing dan pemakaian otonomi para pihak yang terlampau leluasa dan ketertiban umum juga menjaga bahwa hukum yang dipilih para pihak tidak bertentangan dengan sendi-sendi asasi hukum dan masyarakat suatu negara. Namun, tentu berbeda halnya dengan penyelundupan hukum yang secara nyata para pihak menggunakan pilihan hukum yang tidak sebenarnya. Para pihak dalam hal ini mengikuti ketentuan yang dibuatnya sendiri. Penyelundupan hukum juga mempunyai hubungan yang erat dengan ketertiban umum, kedua lembaga ini bertujuan agar supaya hukum nasional dipakai dengan mengenyampingkan hukum asing. Hukum asing dinyatakan tidak berlaku jika dipakai sebagai penyelundupan hukum. Kedua lembaga ini hendak mempertahankan hukum nasional terhadap kaidah-kaidah hukum asing. Letak perbedaanya jelas bahwasanya dalam Ketertiban umum ini pada umumnya hukum nasional dianggap tetap berlaku, sedangkan pada penyelndupan hukum berlakunya hukum nasional pada peristiwa tertentu saja. Berlakunya hukum asing pada para pihak adalah menghindarkan pemakaian hukum nasional saja.

Istilah penyelundupan hukum lainnya ialah wetsontduiking dapat juga diartikan bahwa “Suatu perbuatan yang dilakukan di suatu negara asing dan diakui sah di negara asing itu, akan dapat dibatalkan oleh negara forum atau tidak diakui oleh forum bila perbuatan itu dilaksanakan di negara asing yang bersangkutan dengan tujuan untuk menghindarkan diri dari aturan-aturan lex fori yang akan melarang perbuatan semacam itu dilaksanakan di wilayah forum”. Contoh : Seorang perempuan anak dari seorang saudagar kaya raya, oleh KUA setempat tidak diterima untuk menikah,karena tidak ada persetujuan dari ayahnya, Akhirnya calon pengantin laki-laki tidak kehilangan akal,mereka lari ke luar daerah dan kawin disana (bagaimana cara kawinnya disana tidak diketahui). Sang ayah perempuan mengetahui perkawinan anaknya itu, dia marah-marah dan menulis dikoran-koran serta mengumumkan kepada masyarakat bahwa perkawionan itu tidak sah, karena dilakukan tanpa wali yang sah. Mereka tidak menyerah begitu saja dan pergi ke Singapura, beberapa tahun kemudian ia kembali ke Indonesia, dimana akhirnya orang tuanya tidak bisa berbuat apa-apa karena perkawinan adalah sah. Dari kasus tersebutlah nampak bahwa perkawinan di luar negeri dengan mengenyampingkan hukum sendiri inilah yang disebut penyelundupan hukum.

Berbagai kasus penyelundupan hukum ini sangat rentan teerjadi pada masyarakat kita, sebagai contohnya, seorang warga asing yang ingin memiliki tanah di Indonesia, Hukum Indonesia secara tegas melarang kepemilikan hak atas tanah untuk orang asing, maka dengan ini orang asing tersebut meminjam nama terhadap seorang WNI untuk mendapatkan hak milik atas tanah, yang dibiayai oleh orang asing, dengan jaminan utang piutang yang tentunya sesuai dengan harga tanah tersebut dan dibuat dengan akta noatriil untuk mengikat WNI, maka WNI yang sudah terikat dengan piutang inilah yang membeli tanah tersebut dengan jaminan hutang adalah tanah yang dibelinya. Jual beli tanah antara WNI yang dipinjam namanya dengan WNI selaku pemilik tanah kemudian dituangkan dalam akta jual beli yang dibuat dihadapan PPAT yang wilayah kerjanya meliputi wilayah tanah yang dijual terletak.

Maraknya pernikahan diluar negeri yang pasangannya berbeda agama juga sangat rawan penyelundupan hukum, ini disebabkan karena masih lemahnya UU No.1 tahun 1974 yang memberikan peluang terjadinya penyelundupan hukum ini, dalam Pasal 56 UU No 1/1974. Pasal tersebut pada intinya menyatakan pernikahan antarsesama warga negara Indonesia (WNI) atau seorang WNI dengan warga negara asing di luar negeri sah karena mengacu pada hukum yang berlaku di negara tempat pernikahan itu berlangsung. Secara perdata, pernikahan semacam itu memenuhi syarat formal, yakni berdasarkan hukum pada negara tempat mereka menikah. Namun, secara agama belum bisa dianggap sah. Karena pernikahan itu tidak menyandingkan hukum negara dan hukum agama.