Jumat, 27 Juli 2007

3 rd ESSAY Competition, held by ETESP, ADB, BRR NAD-NIAS.

PERAN LEMBAGA BANTUAN INTERNASIONAL DALAM PROSES REHABILITASI&REKONSTRUKSI DI ACEH

Aspek positif keberadaan lembaga Internasional di Aceh.

Tragedi tsunami yang melanda Aceh akhir tahun 2004 menjadi sejarah bencana yang sangat dahsyat didunia. Berbagai bentuk solidaritas yang digalang oleh lembaga-lembaga baik ditingkat lokal, Nasional maupun Internasional telah memperlihatkan bentuk solidaritas yang mampu menyatukan semua perbedaan dan menembus sekat penghalang. Hal ini terlihat bagaimana semua orang dari segala latar belakang kebangsaan, agama, ras, suku yang berbeda datang membantu untuk mempercepat rehabilitasi dan rekonstruksi diberbagai bidang yang telah hancur.

Menarik untuk dinilai, perbedaan situasi dan kondisi Aceh sebelum dan pasca tsunami yang dapat kita lihat secara kasat mata dan yang dapat dirasakan. Pembangunan rumah bantuan untuk korban Tsunami, sekolah, tempat ibadah, jalan, dan sarana-prasarana publik lainnya mempunyai suatu keunikan yang tak ternilai. Berbagai program yang bersifat edukatif yang mampu memberikan pelajaran bagaimana memaknai indahnya kebersamaan dalam berbagai perbedaan sosial dan kebudayaan yang sangat berharga.

Dengan datangnya lembaga-lembaga bantuan baik dari dalam maupun luar negeri dapat memberikan pengetahuan yang dirasakan secara langsung oleh pemuda dan pelajar diAceh, dalam hal ini dapat dimanfaatkan juga sebagai program pertukaran pemuda atau program pertukaran pelajar yang biasanya diprogramkan oleh institusi pendidikan dengan jumlah peserta yang terbatas. Perkembangan dan kemajuan negara-negara didunia yang menginspirasi diharapkan mampu terciptanya berbagai kreatifitas yang positif dan bermanfaat bagi seluruh masyarakat melalui suasana keakraban yang dilukiskan selama ini antara lembaga-lembaga bantuan dari luar negeri dan orang asing sebagai volunteer dengan pemuda dan pelajar yang ada di Aceh khususnya dan Indonesia pada umumnya. Tentunya hal ini harus dimanfaatkan secara maksimal oleh seluruh lapisan masyarakat untuk dapat terus menjalin keakraban dan kerjasama dengan para pihak demi terciptanya perdamaian dunia. Kehadiran lembaga-lembaga bantuan ini diharapkan mampu menggairahkan kembali masyarakat Aceh dalam memandang diri mereka untuk mempersiapkan sebuah masa depan dalam proses rehabilitasi, rekonstruksi dan bahkan revitalisasi dalam perspektif semangat kebersamaan. Semangat kebersamaan ini dengan melibatkan seluruh lapisan masyarakat Aceh untuk dapat berpartisipasi dalam setiap program pembangunan rehabilitasi dan rekonstruksi tentunya dengan kemampuan sumber daya manusia yang ada sebagai wadah pelibatan masyarakat Aceh untuk membangun kembali daerahnya.

Manusia adalah makhluk yang bersifat zoon politicon artinya makhluk sosial yang saling membutuhkan satu sama lain sebagaimana dikatakan oleh Aristoteles. Pengertian ini perlu penjabaran secara luas, dimana interaksi sosial yang terjadi merupakan suatu kesepakatan yang timbul karena kodrat manusia sebagai makhluk dimuka bumi ini, sehingga tidak ada alasan sebenarnya timbul pertikaian bahkan perpecahan antar bangsa, etnik, dan agama sesama makhluk Allah apabila setiap individu mengerti posisi masing-masing dan berusaha menghargai perbedaan yang terjadi. Dengan adanya pertemuan secara langsung dengan berbagai latar belakang manusia haruslah menjadi suatu tolak ukur dalam pemberantasan penyakit xenophobhia atau benci terhadap yang asing dalam segala bentuk apapun.

Tuntutan untuk tetap melestarikan dan mempertahankan budaya dan semangat nasionalisme justru menjadi kuat apabila kita dapat mengetahui berbagai ragam budaya dan menghargainya. Sehingga kebencian dan sikap anti terhadap setiap produk dan program yang berbau asing dapat terhindarkan yang hanya melahirkan pemikiran-pemikiran yang bersifat konservatif dan radikal. Tinggal saja bagaimana kita mampu menerima tantangan dan menjaring budaya asing yang sesuai dengan keadaan budaya setempat secara bijak.

Antusiasme bantuan internasional

Antusiasme semangat lembaga negara-negara Internasional untuk membantu Aceh pasca Tsunami patut diberikan suatu apresiasi yang sangat tinggi, dimana hampir seluruh dunia memberikan bantuan untuk Aceh, tercatat 44 negara sahabat turut membantu secara langsung dalam misi kemanusiaan. Bahkan 16 ribu pasukan diterjunkan dengan mengerahkan 9 kapal induk, 14 kapal perang, 31 pesawat perang dan 75 helikopter, diamana menurut pengamat merupakan suatu keputusan besar setelah perang dunia II dengan misi non-perang dalam upaya penyelamatan, evakuasi, penyaluran logistik, dan bantuan-bantuan medis. Setelah misi tersebut berakhir, Pemerintah RI mengeluarkan Perpu (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang) nomor 2 tahun 2005 sebagai penetapan dibentuknya Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi NAD-Nias, Lembaga setingkat menteri ini tidak hanya melakukan rekonstruksi fisik, tetapi juga pemberdayaan ekonomi masyarakat.

Kehadiran lembaga ADB (Asian development Bank), BRR (Badan Rehabilitasi&Rekonstruksi) atau lembaga-lembaga bantuan lain di Aceh dirasakan mampu membangkitkan semangat masyarakat Aceh untuk kembali menatap masa depan yang cerah, hal ini dilihat dari program pembangunan yang menyeluruh dan sangat pesat terjadi diseluruh penjuru Aceh, bukan hanya saja wilayah yang terkena dampak Tsunami yang cukup parah, tetapi disetiap kabupaten terdapat program-program pembangunan yang dilakukan oleh lembaga-lembaga tersebut untuk menggairahkan kondisi masyarakat Aceh dalam segala bidang. Asian Development Bank (ADB) merupakan suatu Bank pembangunan multilateral dengan misi untuk mengurangi kemiskinan dan mendorong pembangunan ekonomi diwilayah Asia-Pasifik, selain menyediakan bantuan keuangan dalam bentuk dana hibah ataupun pinjaman dengan bunga rendah juga menampung saran-saran profesional untuk kegiatan-kegiatan pembangunan ekonomi dan sosial bagi negara-negara berkembang. Momen ini sangat tepat, dimana Tsunami bukan hanya menghancurkan kondisi fisik dari bangunan-bangunan yang ada, tetapi juga sangat mempengaruhi kondisi ekonomi masyarakat Aceh karena kondisi psikologis dan perasaan truma yang dialami membuat kegiatan masyarakat menjadi terhambat.

Namun, masih menjadi pertanyaan, karena timbul berbagai sikap kritis yang dikeluarkan oleh beberapa orang/kelompok terhadap program kerja lembaga bantuan tersebut terhadap kinerja mereka. Apakah setiap program yang dilaksanakan sudah optimal, dan tepat sasaran? Ini menjadi pekerjaan rumah terhadap lembaga-lembaga bantuan yang bergerak dalam berbagai bidang untuk menjawabnya, tentunya dengan usaha keras, jujur, akuntabel serta transparan untuk mencapai hasil program kegiatan yang telah direncanakan sebelumnya, sehingga apa yang diharapkan oleh masyarakat dapat dirasakan secara langsung dengan maksimal dan bermanfaat.

Lembaga-lembaga bantuan Internasional yang ada sangat membantu pemerintah dalam proses rehabilitasi dan rekonstruksi di Aceh, dimana pemerintah sangat kewalahan pada awalnya, sehingga bencana Tsunami 26 Desember 2006 yang melanda Aceh dianggap sebagai bencana nasional bahkan kas negara juga tidak mampu menjawab proses tanggap darurat karena saat itu masa akhir tahun dari penyusunan kas negara, apalagi sekarang Indonesia sedang dilanda musibah yang beruntun seperti banjir, kebakaran, longsor, gempa bumi, kecelakan yang terjadi pada alat transportasi darat, laut, udara dan sebagainya. Lembaga-lembaga bantuan datang dari seluruh pelosok dunia untuk memberikan perhatian serius terhadap Indonesia melalui bantuan dalam bentuk pendanaan secara hibah bahkan mengirim utusan langsung sebagai sukarelawan yang datang ke Aceh.

Optimalisasi pembangunan ekonomi

Dalam proses rehabilitasi dan rekonstruksi, maka percepatan pembangunan disektor ekonomi masyarakat harus menjadi prioritas utama, beberapa lembaga donor yang bergerak dibidang pemberdayaan ekonomi masyarakat harus mempunyai arah kebijakan yang baik serta tepat sasaran. Kebijakan yang dilakukan ini haruslah selalu dikoordinasikan dengan para profesional dibidang ekonomi yang ada di Aceh sehingga apa yang sebenarnya diharapakan oleh masyarakat benar adanya dapat terjadi dan bermanfaat langsung dengan maksimal. Pembangunan perekonomian juga menjadi sarana yang sangat tepat dalam mengisi program peace building di Aceh.

Arah kebijakan yang dimaksud agar tepat sasaran juga perlu adanya koordinasi antara lembaga-lembaga bantuan dengan pemerintah daerah, hal ini dimaksudkan agar tidak terjadinya kesemrawutan kinerja dalam penyaluran berbagai program bantuan ekonomi dan dapat tersebar secara merata. Prioritas utama pembangunan ekonomi masyarakat adalah melalui pengembangan sektor industri rumah tangga dan usaha mikro kecil. Hal ini diharapkan dapat memacu semangat kreatifitas masyarakat dalam berkarya tanpa terkendala dalam bentuk pendanaan sehingga hasil yang didapatkan menjadi lebih inovatif. Pemberdayaan ekonomi masyarakat sebaiknya bukan memberikan bantuan dana dalam bentuk hibah saja, tetapi harus adanya suatu bentuk penyuluhan disesuaikan dengan profesi arah bantuan sehingga penerima bantuan dapat mengelola secara mandiri dan profesional.

Pemberdayaan masyarakat melalui peningkatan sektor perekonomian masyarakat adalah kebijakan yang sangat strategis, selain peningkatan ekonomi masyarakat dalam sektor industri rumah tangga dan usaha mikro kecil, perlu adanya pembagian ruang lingkup yang luas seperti pemisahan program pemberdayaan antara masyarakat pesisir, petani, dan peladang karena keahlian dan kebutuhan mereka sangat berbeda. Targetnya adalah masyarakat yang tinggal diwilayah pesisir umumnya mempunyai profesi sebagai nelayan, maka untuk masyarakat diwilayah pesisir harus diprogramkan tentang cara penangkapan ikan, pembudidayaan ikan, bantuan alat tangkap ikan, dan lain sebagainya. Untuk masyarakat pedesaan umumnya berprofesi sebagai petani disawah, sehingga target pemberdayaan masyarakat petani ini dengan memberikan penyuluhan dalam pembelajaran tehnik bertani yang baik, pemilihan bibit unggul, serta memperkenalkan teknologi yang berguna untuk membantu petani dalam mengolah sawahnya guna mendapatkan mutu yang baik. Sedangkan yang terakhir ialah penduduk yang tinggal didaerah pegunungan yang berprofesi sebagai peladang. Kegiatan yang perlu dilakukan juga penyuluhan tehnik berladang dengan baik, memperkenalkan teknologi yang mampu membantu kendala yang dihadapi.

Akhirnya dengan adanya pembagian kelompok masyarakat dalam proses pemberdayaan ekonomi masyarakat nantinya diharapkan mampu mencakup seluruh sektor masyarakat secara merata yang tidak hanya diwilayah pesisir saja. Pemberdayaan ekonomi masyarakat juga mampu menekan angka pengangguran yang selama ini menghantui negara-negara didunia.

good deeds no praise”

Sekian, terimakasih

Biodata Penulis

Nama : Hadityo

Pekerjaan : Mahasiswa Fakultas Hukum Unsyiah

T/tl : Dakuta (Aceh Utara), 11 Juli 1987

Alamat : Jl. Inong Balee, Lr.Ayahanda No.9E Darussalam, Banda Aceh

Hp/email : 08126942746/ tyoo87@yahoo.com

Panitia cp. 081360504909, tjute_konsultan@yahoo.com

1 komentar:

tyo mengatakan...

wow.. kern tu berbicara indahnya kesamaan dalam keragaman perbedaan.
lumayan buat menginspirasi masyarakat kita di dunia semua gak terjangkit penyakit xenophobhia...

truz berkarya..

by.
your admirer